Senin, 13 Maret 2017

Pak Bambang



Ahad, 12 Maret 2017
Kabar sepagi itu sejenak setelah smartphone ku normal dari ‘kematiannya’, sungguh membuat ku tak percaya. Bagaimana tidak, ini kabar yang sungguh mengejutkan, juga menyesakkan; pak Bambang, foto itu yang terpampang di status fb teman yang ditag ke aq. Mengabarkan bahwa pak Bambang telah dipanggilNya. Seakan tak ingin percaya, aq bahkan mempertanyakan keseriusan berita yang dishare temanku ini. Tapi kematian, begitulah ia, meski seuat apa penolakannya, takkan pernah berubah ketetapannya.
in memoriam 😢
 Ah, pak Bambang. Desas-desus tentangnya mulai terdengar ketika awal-awal aq menapaki MAN Bengkalis, tahun 2004. Ya, dia adalah guru, untuk mata pelajaran Biologi. Kenapa sampai ada desas-desus yang membuat nama pak Bambang terkenal bahkan sebelum kami melihat wajahnya? Kalau dalam bahasa mahasiswanya karena ke-killer-annya. Hehe. Begitulah pak Bambang terdeskripsikan waktu itu.
Sebagai anak baru, bukankah itu menakutkan? Pakai banget. Sungguh deg-degan, dan berharap bukan pak Bambang yang mengajar Biologi kelas satu. Tapi, sebenarnya ada rasa penasaran juga, segalak apa sih pak Bambang. Meski tanpa sadar, di hati terdetik pengen diajar oleh pak Bambang. Aneh kan ya?
Well, kami terlepas dari ketegangan itu. Syukurlah, kelas satu bukan pak Bambang yang ngajar.
Nah, naik kelas 2 IPA, apa yang pernah terdetik di hati langsung kejadian. Bahkan, bukan Cuma ngajar Biologi, pak Bambang sekalian jadi wali kelas bo’. Itu rasanya agak gimanaaaa gitu. Waduh…
Ah, pak Bambang. Sepertinya desas-desus tentangnya itu tidak terbukti menurutku. Iya, kadang kami tegang kalau pak Bambang masuk kelas dan mulai menanyakan tugas. Haha. Yang tidak siap tugas, tidak hapal yang disuruh, siap2 maju mendapat hukuman. Apakah itu galak? Tidak menurutku, karena kamilah yang memulainya. Kami sadar dan kami terima hukumannya.
Sebagai wali kelas, pak Bambang benar2 bertanggung jawab mengelola kelas. Ah, sungguh menyenangkan ternyata bersama pak Bambang. Desas-desus itu sungguh tak terbukti. Dan begitulah, di penghujung semester dua, kami bahkan meminta pak Bambang menjadi wali kelas kami kembali di kelas 3 IPA. Permintaan kami dipenuhi. Begitulah, 2 tahun membersamai , entah bagaimana membuat kami kompak.
Tiap lebaran, rumah pak Bambang tak pernah dilewatkan. Bahkan setelah tamat sekolah di tahun 2007, dan masing-masing sudah berpencar-sibuk dengan kuliah, pulang kampung-, setidaknya yang sempat dan dekat kami selalu menyempatkan ngumpul. Tentu saja, rumah pak Bambang wajib dikunjungi. 
lebaran 2010
 Sampai tahun 2015, 8 tahun setelah alumni, kami masih menyempatkan ngumpul meski cuma beberapa orang (yang lain sudah pada berkeluarga), dan meski hanya satu tujuan untuk ke rumah pak Bambang. Rasanya, tak ada satu lebaran pun yang kami lewatkan tanpa mengunjungi rumahnya.
lebaran 2012
(yang tertangkap kamera ku. tahun2 lain tak ada di kamera ku)
 Nama itu, wajah itu, kekhasan bicaranya, tak pernah luput dari ingatan kami. 2016, adalah pertama kalinya kami tak berlebaran ke rumahnya, diakrenakan susah mengumpulkan teman-teman yang sudah sibuk semua. Hari ini, Ahad 12 Maret 2017, kami berkumpul lagi, beberapa. Tapi bukan untuk bincang-bincang canda dan tertawa, melainkan untuk melepaskan kepergiannya dalam isak penuh do'a. 😭
Hari ini, dalam perjalananku melayatnya, memori-memori itu berkelibat seolah baru kemarin terjadi, padahal sudah 10 tahun menjadi alumni.
Hari ini, ada begitu banyak tangan menengadah ke langit, mendo’akanmu, pak.
Allah, semoga Engkau ampuni dia, rahmati dia, dan tempatkan dia di tempat terbaik di sisi-Mu. Aamiin….
Sungguh sudah sejak beberapa waktu yang lalu aq ingin menuliskan tentang pak Bambang, tapi bukan dengan suasana seperti ini. Aku mengagumi pak Bambang, dan mungkin itu juga yang mengantarkan ku pada profsi ku saat ini; guru Biologi. Semoga itu menjadi jariah...
al-fatiha